
Masalah tentang air bersih sudah tak lazim lagi di telinga masyarakat Indonesia. Permasalahan ini menjadi perhatian yang serius karena menyangkut tentang kesehatan manusia. Akan tetapi, seiring bertambahnya populasi manusia maka tingkat kebutuhan seperti pangan dan bahan baku lainnya akan meningkat sehingga persediaan sumber alam, termasuk air, akan semakin menipis. Hingga saat ini, penyediaan air bersih di Indonesia, belum sepenuhnya dapat teratasi. Di Indonesia, ketersediaan dan kualitas air bersih masih menjadi masalah yang serius.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020, hanya 75,8 persen rumah tangga yang memiliki akses ke sumber air minum yang layak. Selain itu, banyak sumber air yang tercemar oleh limbah industri, pertanian, atau rumah tangga, yang dapat mengandung mikroorganisme patogen, zat kimia berbahaya, dan partikel kotoran. Kekurangan air bersih dapat menyebabkan berbagai penyakit, seperti diare, kolera, tifus, hepatitis A, dan lain-lain. Penyakit-penyakit ini dapat menurunkan kesehatan, produktivitas, dan kualitas hidup masyarakat.
Air juga berperan dalam berbagai sektor pembangunan, seperti pertanian, industri, kesehatan, pendidikan, pariwisata, dan lain-lain. kekurangan air bersih dapat mengganggu proses produksi dan operasional. Selain itu, kekurangan air bersih juga dapat mempengaruhi kualitas dan keamanan produk yang dihasilkan. Jika air yang digunakan tercemar oleh mikroorganisme patogen atau zat kimia berbahaya, maka produk yang dihasilkan dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen.
Jika masalah air tidak segera diatasi, maka dampaknya dapat berupa penurunan kesejahteraan, kesehatan, dan kualitas hidup masyarakat, serta penurunan pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, untuk mengelola sumber air secara bijak, efisien, dan berkelanjutan.
Salah satu metode pengolahan air yang telah berkembang dalam beberapa dekade terakhir adalah desinfeksi dan sanitasi air menggunakan teknologi UV. Teknologi UV ini mulai berkembang sejak abad ke-19, ketika para ilmuwan mulai meneliti sifat dan efek dari sinar UV. Pada tahun 1845, ilmuwan Inggris John William Draper menemukan bahwa sinar UV dapat menyebabkan reaksi kimia pada kulit manusia, yang menyebabkan terbakarnya kulit.
Pada tahun 1903, ilmuwan Denmark Niels Ryberg Finsen menemukan bahwa sinar UV dapat merangsang sistem kekebalan tubuh dan membunuh bakteri penyebab penyakit tersebut. Melihat perkembangannya yang semakin maju, teknologi UV telah menjadi salah satu solusi permasalahan air yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Teknologi ini memanfaatkan sinar ultraviolet (UV) untuk mendesinfeksi air dari bakteri, virus, protozoa, dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit. Sinar UV memiliki panjang gelombang antara 200 nm hingga 300 nm, yang dapat menembus sel mikroorganisme dan merusak DNA mereka.
Dengan demikian, mikroorganisme tidak dapat bereproduksi atau berfungsi secara normal, sehingga menjadi tidak berbahaya. Pada sistem desinfeksi air, teknologi UV diterapkan dengan cara memasang lampu UV di dalam tabung atau reaktor yang dialiri air. Air yang telah terpapar sinar UV kemudian dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti minum, mandi, mencuci, atau irigasi.

Teknologi UV dapat menjadi solusi untuk menjawab tantangan permasalahan air di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang memiliki sumber air terbatas atau tercemar. Teknologi UV dapat digunakan untuk mendesinfeksi air hujan, air sungai, air sumur, atau air limbah yang telah diolah sebelumnya. Desinfeksi dan sanitasi air menggunakan teknologi UV memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode konvensional, seperti klorinasi dan ozonisasi. Diantaranya yaitu :
- Teknologi UV adalah proses fisik yang tidak menambahkan bahan kimia ke dalam air, sehingga tidak meninggalkan residu atau produk samping yang berpotensi beracun bagi manusia dan lingkungan.
- Teknologi UV dapat membunuh mikroorganisme yang resisten terhadap desinfektan kimia, seperti kista protozoa (Cryptosporidium dan Giardia) yang dapat menyebabkan diare kronis.
- Teknologi UV memiliki biaya operasional dan pemeliharaan yang rendah, karena hanya membutuhkan listrik dan penggantian lampu secara berkala.
- Teknologi UV dapat diterapkan secara skala besar maupun skala kecil, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat.
Penggunaan teknologi UV untuk desinfeksi air di Indonesia masih belum banyak diterapkan, namun kedepannya teknologi ini memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kualitas dan ketersediaan air bersih di berbagai daerah, bahkan diterapkan di berbagai kebutuhan industri. Apalagi teknologi UV memiliki banyak keunggulan dan manfaat bagi pengolahan air, terutama untuk mengatasi masalah kesehatan dan lingkungan akibat pencemaran air.
Oleh karena itu, penggunaan teknologi UV untuk desinfeksi air di Indonesia perlu dimaksimalkan dan mulai diterapkan di setiap industri, tidak hanya untuk pengolahan air bagi kebutuhan operasional industri, tapi juga untuk pengolahan limbah air industri, sehingga limbah industri tidak mencemari lingkungan sekitar bahkan sumber mata air dan laut.