
Kuman atau mikroba tidak dapat dilihat secara kasat mata namun keberadaannya dapat ditemukan di mana saja terutama pada permukaan benda yang sering kita sentuh atau gunakan. Debu dan kuman menyebar di udara, air, makanan dan minuman, serta benda-benda yang ada di sekitar Anda. Kuman atau bakteri seperti Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan E.coli rentan menempel pada permukaan seperti meja, gagang pintu, handphone, dudukan toilet, dan sebagainya. Pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang berlebih, dapat menyebabkan infeksi apabila daya tahan tubuh Anda sedang menurun. Sementara, bakteri Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan E.coli merupakan jenis bakteri penyebab penyakit, seperti diare, infeksi saluran kemih, dan pneumonia. Virus tertentu, seperti influenza dan corona, juga bisa menempel di permukaan benda.
Keberadaan kuman yang menempel dan bersarang tersebut, apabila tidak dilakukan pembersihan atau sanitasi dapat menjadi ancaman bagi kesehatan makhluk hidup. Oleh karena itu, kebersihan harus selalu diperhatikan baik di tempat tinggal pribadi maupun tempat umum. Misalnya, pentingnya sanitasi di suatu restoran, jika teknik sanitasi yang dilakukan tidak tepat dan masih menyisakan mikroorganisme pada permukaan atau peralatan, dapat memicu pembentukan suatu biofilm yang sangat berisiko terhadap keamanan pangan dan dapat menurunkan kualitas produk yang dihasilkan tersebut (Grinstead, 2009). Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kehigienisan dan kesehatan adalah dengan menerapkan SSOP (Standard Sanitation Operation Procedure) atau standar prosedur operasi sanitasi (SPO Sanitasi). SSOP biasa digunakan sebagai salah satu instrumen dalam produksi pangan untuk mewujudkan keamanan pangan baik di restoran, pabrik, dan sebagainya. Salah satu aspek kunci dari prinsip sanitasi SSOP adalah menjaga kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan untuk mencegah kontaminasi silang oleh zat-zat berbahaya yang dapat mempengaruhi tingkat keamanan pangan serta menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet.

Senyawa kimia | Mekanisme Perusakan | Penggunaan |
Etanol (50 – 70%) Isopropanol (50 – 70%) | Denaturasi protein dan kelarutan lemak | Sebagai antiseptik pada kulit |
Formaldehida (8%) | Reaksi dengan NH2, SH, dan gugus COOH | Sebagai disinfektan dan membunuh endospora |
Yodium Tincture (2% l2 in 70% alcohol) | Menghambat aktivitas protein | Antiseptik digunakan di kulit |
Gas Klorin (Cl2) | Membentuk asam hipoklorit (HClO), agen pengoksidasi kuat | Disinfektan pada air minum |
Ag Nitrat (AgNO3) | Penggumpalan protein | Antiseptik umum yang digunakan untuk mata bayi yang baru lahir |
Hg Klorida | Menonaktifkan protein dengan bereaksi terhadap gugus sulfida | Desinfektan dan terkadang digunakan sebagai antiseptik pada kulit |
Deterjen (misalnya senyawa amonium kuaterner) | Mengganggu membran sel | Desinfektan dan antiseptik pada kulit |
Senyawa Fenol (misalnya asam karbolonat, lisol, hexylresorsinol, hexakhlorophen) | Denaturasi protein dan mengganggu membran sel | Antiseptik pada konsentrasi rendah dan disinfektan pada konsentrasi tinggi |
Gas Etilen Oksida | Agen alkilasi | Sebagai disinfektan pada bahan sterilisasi bahan yang tidak tahan panas, seperti karet dan plastik |
Implementasi sanitasi kerap kali menggunakan cairan senyawa antimikroba, yakni senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba. Terdapat dua jenis antimikroba, yaitu antiseptik dan desinfektan. Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa, untuk mengurangi kemungkinan infeksi, sepsis atau pembusukan (putrefaction). Kadar bahan aktif pada antiseptik jauh lebih rendah daripada disinfektan. Disinfektan dapat digunakan untuk membersihkan permukaan benda. Penggunaan disinfektan dengan teknik spray atau fogging telah digunakan untuk mengendalikan jumlah antimikroba dan virus di ruangan yang berisiko tinggi. Proses ini akan mencegah penularan mikroorganisme patogen dari permukaan benda ke manusia. Terdapat beberapa produk disinfektan yang direkomendasikan untuk disinfeksi, misalnya sodium hipoklorit, amonium kuarterner (sejenis deterjen kationik), alkohol 70 % dan hidrogen peroksida. Perlu diperhatikan, konsentrasi disinfektan yang digunakan serta waktu kontak antara objek dengan disinfektan (antara 1 hingga 10 menit tergantung dari jenis disinfektan). Berikut Tabel 1. Menunjukan jenis senyawa antiseptik dan desinfektan serta fungsinya.
Tabel. 1. Senyawa Antimikroba
Daya bunuh bakteri dalam suatu desinfektan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi, waktu, suhu, dan keadaan medium sekeliling. Penggunaan desinfektan yang tidak sesuai prosedur dapat menimbulkan resiko kesehatan diantaranya penggunaan klorin memiliki risiko mengganggu pernafasan bila terhirup dan menimbulkan sesak nafas sampai iritasi paru-paru sebab klorin memiliki sifat yang mudah menguap. Benzalkonium klorida dapat menimbulkan bahaya dalam pernafasan dan beberapa orang dapat mengalami reaksi alergi atau kambuhnya asma apabila terhirup. Hidrogen peroksida (H2O2) akan menyebabkan iritasi hingga rusaknya kulit apabila penggunaannya berlebihan.
Alkohol vs Klorin, disinfektan yang paling umum digunakan
Alkohol berfungsi sebagai desinfektan dengan cara melarutkan lipid pada membran sel mikroorganisme serta mendenaturasi protein yang dimiliki oleh mikroorganisme tersebut (Pratiwi, 2008). Bakteri seperti Staphylococcus sp. masih dapat dijumpai pada alat yang telah didisinfeksi dengan alkohol dikarenakan kontak yang singkat antara alkohol dengan alat. Selain itu, alkohol konsentrasi sangat tinggi hanya akan mampu mendenaturasi protein di luar sel bakteri. Tidak mampu menembus membran sel bakteri dan mendenaturasi protein di dalam sel bakteri yang sebenarnya merupakan target utamanya (Staf pengajar Unsri, 2004).
Klorin merupakan jenis disinfektan yang umum digunakan, jenis klorin yang paling sering digunakan dalam proses sanitasi adalah hypochlorous acid (HOCl). Keuntungan klorin yaitu memiliki spektrum germicides yang luas pada membrane mikroba, dapat menghambat enzim seluler yang terlibat dalam metabolisme glukosa, memiliki efek mematikan DNA, dan mengoksidasi protein seluler. Namun kelemahan dari klorin adalah sifatnya yang korosif terhadap permukaan peralatan yang terbuat dari logam (khususnya pada suhu tinggi) (Schmidt, 2012). Kemudian, pada pH yang rendah (dibawah 4) klorin akan membentuk gas beracun Cl2 (Schmidt, 2012).
Penggunaan klorin dioksida (ClO2) mempunyai sifat korosif yang lebih sedikit dari pada klorin, memiliki penetrasi yang lebih baik ke dalam biofilm daripada klorin dan memiliki jangkauan pH yang lebih luas daripada klorin (Lin et al., 2011). Kelemahan daripada penggunaan klorin dioksida pada umumnya dapat mengancam keselamatan dan kesehatan dari pekerja. Pada konsentrasi gas yang tinggi dapat menimbulkan ledakan dan penggunaan klorin dioksida dapat meninggalkan residu pada alat yang dapat mengancam keselamatan masyarakat (Lin et al., 2011; Schmidt, 2012).
Daftar Pustaka
- https://www.alodokter.com/jangan-lengah-handphone-bisa-menjadi-benda-terkotor-anda
- https://dpkp.jogjaprov.go.id/baca/Peran+Penting+Penerapan+SSOP+Pada+Produksi+Pangan/220822/4f7a050e79b0175133faf40c3bede3fcbfa374e2d44f38318701be5c77c5ac30587
- https://fpik.bunghatta.ac.id/files/downloads/E-book/Pengendalian%20Mutu%20Hasil%20Perikanan/bab_6_prosedur_standar_operasi_sanitasi.pdf
- https://farmasi.ugm.ac.id/id/cara-penggunaan-disinfektan-yang-tepat-untuk-mencegah-penyebaran-covid-19/
- Susatyo, J.H., 2016. Perbedaan pengaruh pengolesan dan perendaman alkohol 70% terhadap penurunan angka hitung kuman pada alat kedokteran gigi. Jurnal Vokasi Kesehatan, 2(2), pp.160-164.
- Nugraha, D., 2021. Review Jenis-Jenis Sanitizer Kimia dan Teknik Aplikasinya untuk Sanitasi Peralatan Berbentuk Plat Pada Industri Pengolahan Seafood dan Bakery.