Minuman berwarna dan berperisa adalah minuman yang sangat umum dikonsumsi di Indonesia. Seolah-olah telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, bahkan frekuensinya bisa mencapai tingkat konsumsi air putih. Oleh karena itu, tak heran jika Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam konsumsi minuman berpemanis di Asia Tenggara, dengan rata-rata 20,23 liter per orang per tahun. Tingginya tingkat konsumsi ini telah mendorong terus berkembangnya industri minuman berwarna.
Namun, di tengah perkembangan ini, muncul permasalahan penting terkait pemeliharaan produk, seperti warna, rasa, aroma, dan keamanan dari ancaman mikroorganisme yang dapat memengaruhi umur simpan produk. Dalam konteks ini, pasteurisasi telah menjadi metode yang dominan digunakan. Sayangnya, seringkali proses pemanasan yang berlebihan dalam pasteurisasi dapat memengaruhi kualitas produk.
Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang metode pasteurisasi dan mencari alternatifnya. Kami akan menjelaskan berbagai opsi yang dapat digunakan sebagai pengganti proses pasteurisasi, serta cara mengatasi tantangan yang ada dalam pemeliharaan produk minuman berwarna dan berperisa.
Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu proses dimana cairan makanan dipanaskan pada suhu tertentu, kemudian dilewatkan proses pendinginan. Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan mikroorganisme di dalam makanan yang dapat menyebabkan kerusakan atau bahaya bagi kesehatan konsumen. Penting untuk diingat bahwa pasteurisasi tidak selalu dapat memusnahkan bakteri tertentu seperti Salmonella, yang merupakan penyebab infeksi pada manusia dan dapat memiliki ketahanan terhadap panas.
Tabel 1. Tujuan Pasteurisasi pada produk makanan yang berbeda
Makanan | Kondisi Minimum Proses |
Jus Buah | 65oC (30 menit) ; 77oC (1 menit); 88oC (15 detik) |
Beer | 65oC – 68oC (20 menit dalam botol); 72-75oC (1-4 menit) pada 900-1000kPa |
Susu | 63oC (30 menit), 71,5oC (15 detik) |
Liquid Egg | 64,4oC (2,5 menit), 60oC (3,5 detik) |
Sumber: Barbieri J, Colombo E, Mungwe J et al, 2014
Meskipun pasteurisasi adalah metode yang efektif dalam membunuh mikroorganisme patogen dan memperpanjang umur simpan produk, ada beberapa permasalahan yang terkait dengan metode ini akibat dari pemanasan seperti: perubahan rasa dan aroma, kehilangan nutrisi vitamin C.
Sinar Ultraviolet menjadi pilihan yang efektif pengganti pasteurisasi dalam menonaktifkan bakteri, virus, dan jamur. Selain itu, sinar UV dapat mempertahankan kualitas produk seperti; bau, warna, rasa, dan vitamin yang terkandung karena tanpa melewati pemanasan. Berikut merupakan perbandingan metode pasteurisasi dan ultraviolet:
Perbandingan | Pasteurisasi | Ultraviolet |
Kualitas Produk | Potensi terjadi perubahan warna, rasa, aroma, dan vitamin akibat degradasi panas. | Tahan terhadap perubahan warna, rasa, aroma, dan vitamin. |
Kebutuhan energi | Konsumsi energi tinggi karena membutuhkan uap air dan listrik sebagai sumber panas. | Efisien terhadap energi karena hanya membutuhkan listrik tanpa adanya pemanas. |
Biaya Investasi | Harga investasi awal relatif lebih mahal. | Harga investasi awal lebih mahal namun sebenarnya akan jauh lebih murah. |
Waktu Proses | Relatif lebih lama. | Dapat terjadi secara continue. |
Maintenance | Lebih sering dilakukan | Lebih jarang dilakukan. |
Secara keseluruhan, metode ultraviolet memiliki beberapa keunggulan penting, terutama dalam hal kualitas produk yang lebih baik, efisiensi energi, dan pemeliharaan yang lebih jarang. Meskipun biaya investasi awal mungkin lebih tinggi, dalam jangka waktu panjang, metode ultraviolet bisa menjadi opsi yang lebih ekonomis dan efisien untuk pemrosesan minuman di skala
industri. Namun, keputusan akhir mengenai metode ini harus didasarkan pada jenis makanan yang diolah, peraturan yang berlaku, dan faktor-faktor lain yang relevan.
Referensi:
- https://fkkmk.ugm.ac.id/indonesia-konsumen-minuman-berpemanis-tertinggi-ke-3-di-asia-tenggara/ diakses 14 Oktober 2023
- Barbieri J, Colombo E, Mungwe J et al. 2014. Suitainable Energy Technologies For Food Utilization. Politecnico di Milano. Italy
- S. Sarkar. 2015. Microbiological Considerations: Pasteurized Milk. International Journal of Dairy Science 10 (5): 206-2018.