Penyakit pada udang hingga saat ini masih menjadi momok yang menakutkan bagi para petambak. Bagaimana tidak, sekali udang terserang penyakit dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar. Salah satu penyakit yang sangat dihindari oleh para petambak adalah Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND) atau yang biasa dikenal juga dengan nama “Early Mortality Syndrome” (EMS). Nama tersebut sesuai dengan tingkat mortalitas AHPND yang cukup tinggi dengan waktu yang cepat. Pasalnya AHPND dapat meningkatkan mortalitas hingga menyentuh angka 70-100% dalam waktu yang sangat singkat.
Penyakit AHPND disebabkan oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus karena membawa plasmid yang menghasilkan toksin. Bakteri tersebut menyerang organ hepatopankreas udang yang merupakan organ utama untuk proses pencernaan dan penyerapan nutrisi, sehingga dapat menyebabkan kematian hanya dalam waktu 30 hari setelah penebaran benur. AHPND biasanya menyerang jenis udang vaname dan udang windu. Sementara dua jenis udang tersebut merupakan jenis-jenis udang yang banyak diminati oleh pasar.
Di Indonesia sendiri yang menjadi salah satu produsen udang terbesar di dunia, ancaman penyakit AHPND dapat memberikan dampak yang cukup besar karena dapat menyebabkan penurunan produksi. Jika hal ini terus dibiarkan maka dapat menyebabkan kesulitan pada petambak kecil atau besar, sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan pasokan dan kualitas produk. Oleh karena itu, penanganan dan pengendalian AHPND yang tepat sebagai berikut diperlukan untuk mencegah hal ini terjadi.
- Biosekuriti: Penerapan biosekuriti seperti sanitasi kolam, penggunaan air bersih, dan pengendalian kualitas air sangat penting dilakukan untuk mencegah AHPND.
- Penggunaan Probiotik: Probiotik menjadi salah satu hal yang efektif digunakan untuk menekan perkembangan bakteri Vibrio parahaemolyticus dalam sistem budidaya.
- Rotasi Lahan: Memberikan waktu istirahat pada tambak setelah panen udang, sehingga dapat mengurangi risiko infeksi berikutnya.
- Penggunaan Benur Bebas Penyakit: Pencegahan AHPND dapat dimulai dari pemilihan benur yang tersertifikasi bebas AHPND.
Hingga kini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan berbagai institusi riset dan universitas terus mengkaji terkait metode pencegahan serta pengobatan terhadap AHPND. Penelitian tersebut mencakup deteksi dini bakteri penyebab AHPND, peningkatan kualitas benur, serta inovasi teknologi akuakultur yang lebih ramah lingkungan. Hal ini terus digencarkan karena AHPND jika dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar meliputi pencegahan, pengendalian, dan pemulihan tambak yang terinfeksi.

Untuk itu pemerintah Indonesia melakukan kerjasama dengan negara lain yang telah berpengalaman dalam menangani AHPND seperti Thailand dan Vietnam untuk berbagi informasi dan teknologi dalam mencegah dan mengelola AHPND. ULTRAAQUA menjadi teknologi yang membantu para petambak dalam menangani AHPND dengan menerapkan di banyak tambak intensif dan super intensif di Thailand dan Vietnam. Berikut ini merupakan link contoh kasus yang dapat digunakan untuk mengetahui penggunaan ULTRAAQUA di tambak yang berada di Vietnam.
Dari kasus tersebut, dapat diketahui bahwa ULTRAAQUA menjadi solusi tepat untuk menangani permasalahan berbagai penyakit pada udang termasuk AHPND yang meresahkan para petambak. Namun untuk mengatasi AHPND dengan baik diperlukan pendekatan terpadu antara petambak, pemerintah, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya agar sektor budidaya di Indonesia tetap berkelanjutan.
Baca Juga: