Mekanisme Tubuh Ikan

Hari ini ketika kita membahas teknologi, banyak dari teknologi buatan manusia yang terinspirasi dari suatu hal yang sudah ada terlebih dahulu di alam. Kita melihat struktur pada sarang lebah, kemudian mengadaptasinya dalam struktur pada bangunan. Pada konteks penjernihan air, hari ini kita akan membahas tentang mekanisme tubuh ikan dan adaptasinya dalam teknologi penjernihan air. Jika kita melihat ikan di air, baik di air laut maupun air tawar, pernahkah kita bertanya: Apakah ikan perlu minum air? Mungkin kelihatannya ini adalah pertanyaan bodoh, tetapi ini merupakan suatu hal yang menarik. Jawaban dari pertanyaan ini adalah iya dan tidak. Bagaimanakah hal ini bisa terjadi? Jawabannya adalah karena terjadinya suatu proses bernama osmosis. 

Osmosis merupakan suatu fenomena perpindahan sebuah pelarut yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi melalui membran semipermeabel mengarah kepada suatu area yang konsentrasi pelarutnya lebih rendah. Pelarut yang dimaksud adalah air, sedangkan yang terlarut adalah garam. Pada konteks ikan, osmosis terjadi melalui insang dan sisik ikan. Ikan air tawar memiliki kadar garam lebih tinggi daripada air di sekitarnya, sehingga air akan berusaha mengintrusi masuk ke dalam ikan, sesuai dengan konsep osmosis tadi. Oleh karena itu, ikan air tawar tidak akan minum air, karena tubuhnya harus mengeluarkan air terus menerus melalui urine dan keringat agar sel tubuh ikan tidak pecah. Sebaliknya, ikan air asin memiliki kadar garam terlarut yang lebih rendah daripada air di sekitarnya, yakni air laut yang memiliki kadar garam tinggi, sehingga air dalam tubuh ikan akan selalu berusaha keluar dari tubuh. Oleh karena itu, ikan harus minum air banyak agar tidak kekurangan air.

Adaptasi Mekanik Tubuh Ikan: Dari Osmosis Menuju Reverse Osmosis

Dari mekanisme tubuh ikan, kita telah belajar bahwa pelarut masuk ke area yang memiliki konsentrasi pelarut lebih rendah melalui sebuah membran semipermeabel. Fenomena ini merupakan fenomena yang menakjubkan apabila kita teliti. Dengan mengalirnya air dari pelarut lebih tinggi ke yang lebih rendah, seperti pada tubuh ikan, maka zat terlarut makin besar. Hal ini semakin nyata kita lihat pada tubuh ikan air asin, di mana kadar garam semakin meningkat pada tubuh ikan air asin tatkala air, yang tadinya ada di dalam tubuh ikan, semakin banyak keluar ke air laut dan meninggalkan garam (terlarut) di dalam tubuh ikan. Dari fenomena ini, manusia berhasil menemukan bahwa konsep yang sama dapat diterapkan dalam upaya penjernihan air, tetapi dilakukan terbalik: larutan dengan pelarut yang rendah ditekan menggunakan pompa tekanan tinggi (High Pressure Pump) masuk ke dalam membran semi permeabel, sehingga dihasilkan air yang murni, tanpa zat terlarut. Inilah yang disebut dengan Reverse Osmosis.

Dengan tekanan yang diberikan dari luar, air dipaksa untuk bergerak sebaliknya, bukan lagi dari hipotonik ke hipertonik, tetapi ditekan dari hipotonik menuju hipertonik.

Teknologi Reverse Osmosis

Pemasangan Reverse Osmosis (RO)

Teknologi Reverse Osmosis digunakan untuk memurnikan air dari zat terlarut sekecil apapun. Dengan menggunakan membran yang memiliki ukuran pori lebih kecil dari 1 nanometer dan transmembrane pressure (TMP, besar tekanan yang diperlukan agar air dapat masuk menembus suatu membran) sebesar 30-85 bar, hanya air lah yang dapat lolos menembus membran tersebut, sehingga zat terlarut hingga mineral terkecil pun akan tertolak ke belakang. Hasilnya, air yang dikeluarkan setelah melalui proses reverse osmosis dapat dikatakan sebagai air steril, yakni air yang tidak terdapat mineral atau zat terlarut dalam jumlah yang dapat diperhitungkan, hingga dapat dikatakan bahwa air yang terkandung adalah air murni. Air steril yang dihasilkan oleh reverse osmosis ini kemudian dapat digunakan untuk air minum, air produksi bahan makanan, minuman, dan kegunaan lainnya. Air yang gagal menembus membran kemudian akan disebut dengan air tolakan, atau reject water, yakni air yang mengandung terlalu banyak konsentrasi terlarut di dalamnya.

Baca Juga: